POLOKARTO – “Jadilah Murid sekaligus Guru” salah satu pesan Kiai Teladan Pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan. Kalimat sederhana, tetapi mengandung makna mendalam. Itulah yang menjadi alasan mengapa Fitri Shofiana, Ketua IGABA Cabang Blimbing Polokarto tergerak mengajak seluruh anggotanya napak tilas perjuangan Ahmad Dahlan di Langgar Kidoel Yogyakarta.
Kegiatan ini bertujuan agar para guru lebih mengenal siapa Ahmad Dahlan serta muncul “sens of belonging” terhadap perjuangan dakwah Islamnya. Istilah jawanya guru memiliki rasa “greng”, jelasnya lebih lanjut.
Rombongan yang berjumlah 108 peserta tersebut diberangkatkan Sabtu (5/2) dari Kecamatan Polokarto pagi pukul 07.00 dengan dua armada bus besar. Sebelum akhirnya tiba di lokasi, rombongan berhenti di terminal Giwangan Yogjakarta untuk menaikkan Margono, salah satu Tour Guide wisata religi. Meski berteman rintik hujan, laju bus tetap lancar menghantarkan sampai tujuan pukul 09.00, tidak jauh dari rundown yang direncanakan.
Lokasi pertama yang dituju adalah makam Ahmad Dahlan, di Karangkajen. Terlihat juga deretan makam para tokoh Muhammdiyah lainnya. Namun, ada hal yang menarik peserta. Di deretan tersebut tidak ada makam Nyai Ahmad Dahlan, istrinya. Berdasarkan informasi dari Irham Wibowo, Tour Guide lainnya, ternyata ketika Nyai Ahmad Dahlan wafat, bersamaan terjadi agresi Militer Belanda kedua di mana saat itu tidak diperbolehkan membawa orang yang meninggal jauh dari kediamannya. Sehingga Nyai Ahmad Dahlan dimakamkan secara terpisah yakni di Kampung Kauman.
Kurang lebih satu jam kemudian, peserta berpindah ke Langgar Kidoel di Kampung Kauman Yogyakarta dengan kembali menaiki bus. Setibanya di Langgar Kidoel, terlihat sosok yang nampak ramah menyambut kedatangan peserta. Beliau, Diah Purnamasari Ketua Yayasan Kiai Haji Ahmad Dahlan yang sekaligus cicitnya. Setelah saling memperkenalkan diri peserta disilahkan masuk dan duduk di ruangan yang bangunannya masih nampak asli, KweekschoolMuhammadiyah yang mana sekolah ini adalah cikal bakal Muallimin Yogyakarta.
Di saat yang sama, Margono, kembali memberikan preambule acara, yang kemudian diserahkan kepada cicit Ahmad Dahlan. Perempuan yang juga memiliki gelar Raden Ayu Tumenggung tersebut menceritakan sekelumit kisah Ahmad Dahlan.
Berawal dari sejarah keturunannya, keqanaahannya tentang dunia, sampai kisah tentang Muhammadiyah yang diakui perannya tidak hanya dalam negeri, tetapi sampai luar negeri. Bahkan keturunan Ahmad Dahlan kini tidak sedikit yang tinggal di luar negeri.
Ahmad Dahlan selalu memiliki pemikiran yang cemerlang. Berkaca dari perang Diponegoro dengan Belanda, di mana banyak ulama yang meninggal dan sampai tidak tergantikan. Keadaan inilah yang memunculkan ide Ahmad Dahlan, bahwa melawan Belanda itu tidak selalu dengan berperang melainkan dengan cara memajukan pendidikan. Lalu berinisiatiflah ia mendirikan sekolah sekelas Belanda, lanjutnya.
Mungkin sudah tidak asing lagi tentang kisah yang diceritkan di Film “Sang Pencerah”, kenang Diah. Ketika mendirikan sekolah Ahmad Dahlan melelang semua harta yang dimiliki. Bahkan perhiasan istri beliau pun ikut digadaikannya untuk bisa menggaji guru-guru Muhammadiyah. Ahmad Dahlan itu sebenarnya jauh dari kaya. Suatu ketika Ir. Soekarno menjenguknya yang sedang terbaring sakit dan didapatinya tikar yang sudah sobek di rumahnya. Meski demikian, tetap saja Ahmad Dahlan memikirkan Muhammadiyah.
Ya, tunggu saja bukunya. Saya sudah menulis tentang sejarah beliau, ucap Diah saat menutup cerita.
Usai acara di ruangan, peserta berfoto mengabadikan moment kebersamaan dengan Diah Purnamasari. Setelahnya sebagian peserta sholat di Langgar Kidoel dan sebagian lain di Mushola ‘Aisyiyah Kauman. Selesai sholat Irham Wibowo mengajak peserta kembali berkeliling kampung Kauman. Terlihat bangunan TK Aisyiyah Bustanul Athfal Kauman Gondomanan yang dulunya merupakan sekolah TK pertama kali berdiri, bernama Frobel, tahun 1919. Dilanjutkan ziarah ke makam Nyai Ahmad Dahlan. Tak lupa kembali menyempatkan foto bersama saat melintas Masjid Gede Kauman Yogyakarta. Selesai berkeliling, peserta mampir membeli souvenir di Toko Suara Muhammadiyah.
Kontributor : Fitri Shofiana (IGABA Kecamatan Polokarto)